Kamis, 15 Agustus 2013

Sudahkah Ikhlas Karena Allah ? Yakin ?

Dengan berharap wajah Allah, suatu nikmat yang tiada terduga. Kebahagiaan sesungguhnya adalah kebahagiaan bisa berjumpa dan bertemu dengan Allah Sang Rabb dan Rasulullah Sang KekasihNya. ^_^

Cara Mengetahui Kadar Keikhlasan Diri Kita

Ditulis oleh Al-Ustadz Fahmi Abubakar Jawwas
Dan dari tanda-tanda lemahnya keikhlasan atau tidak adanya keikhlasan -wal ‘iyaadzu billah- sebagai berikut :
  1. Riya dan Sum’ah: Dia menyukai agar manusia melihat amalannya atau mendengarkan apa yang telah dia amalkan.
  2. Meminta keridhaan kepada para makhluk dan mendahulukannya dari pada keridhaan Sang Pencipta.
  3. Meminta ganti atau timbal balik dari pekerjaannya kepada para makhluk walaupun gantinya itu secara makna seperti pujian dan kekaguman.
  4. Giat jika di sana terdapat pujian dan sanjungan, dan bermalas-malasan dan lalai jika di sana mendapatkan aib dan celaan
  5. Dia akan rajin jika dilihat oleh manusia dan dia bermalas-malasan jika tidak dilihat oleh manusia.
  6. Melakukan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam kesendirian dengan menampakan penghormatannya di depan manusia.
  7. Mencari ketenaran.
  8. Dia akan mengamalkan jika muncul sesuatu dan tidak mengamalkan jika diremehkan.
  9. Menolak nasehat dan tidak menerima keritikan yang tepat/benar.
  10. Pengikut hawa nafsu.
  11. Hasad kepada saudaranya yang telah melampauinya di dalam perkara-perkara yang mendekatkan diri kepada Allah, seperti menghafal Al-Qur’an atau dalam menunaikan usaha yang baik atau mencari ilmu.
  12. Kikir dan tidak mau berkorban untuk da’wah.
  13. Menghinakan diri di tempat yang terbuka untuk menampakan bahwasanya dia adalah orang yang tawadhu’.
Dan adapun tanda-tanda kuatnya keikhlasan itu sebagai berikut :
  1. Dia berniat ikhlas kepada Allah di setiap waktu.
  2. Agar dia menjadikan perbuatan yang keadaannya sepi itu lebih dia senangi dari pada perbuatan yang terlihat.
  3. Agar dia menjadikan perbuatannya di tempat yang tersembunyi seperti perbuatannya di tempat yang terlihat atau lebih utama lagi.
  4. Dia beramal kebaikan dimanapun dia berada, kapanpun waktunya dan di dalam keadaan apapun juga.
  5. Selalu mendahulukan kebenaran di atas apapun juga walaupun menyelisihi hawa nafsunya.
  6. Dia mengerjakan kebaikan dan dengan itu pula dia takut akan tidaknya diterima amal kebaikan tersebut, seperti yang telah datang dari hadits Aisyah Radiyallahu ‘anha berkata: ”Aku bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang ayat ini :

(وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ (المؤمنون :60

Artinya : ”Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka.
(QS. Al-Mukminun: 60)
berkata Aisyah Radiyallahu ‘anha: ”Mereka itu adalah orang-orang yang meminum -minuman keras dan mencuri.” Rasulllahu Shalallahu ‘Alaihi Wa sallam bersabda: ”Tidak wahai anak wanita Ash-Shiddiq, bahkan mereka itu adalah orang–orang yang berpuasa, melaksanakan shalat dan bershadaqah dan mereka takut untuk tidaknya diterima amalan tersebut.” 

(أُولَئِكَ يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُونَ ( المؤمنون :٦١

Artinya: “Mereka itulah orang-orang yang bersegera untuk mendapatkan kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang berlomba-lomba untuk memperolehnya.
(QS. Al-Mukminun: 61)[1]
Dan ini ada seorang manusia yang melaksanakan shalat dan memanjangkan shalatnya dan seorang laki-laki di belakangnya melihat, dan fahamlah dia apa yang ada padanya, maka ketika selesai shalatnya maksudnya ketika dia salam, dia berkata: ”Janganlah kamu merasa kagum dengan apa yang telah kau lihat dariku, sesungguhnya iblis telah beribadah kepada Allah bersama para Malaikat bermasa-masa.”[2]
(Al-Ikhlaash Liman Araadal Kholaash hal 9)
[1] HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah dan dishahihkan Asy-Syaikh Albani Rahimahullah diAs-Silsilah Ash-Shahiihah no 162. Aku (Asy-Syaikh Albani Rahimahullah-pent) berkata: ”Dan rahasia di dalam ketakutan orang-orang mukmin adalah takut akan tidak diterimanya ibadah-ibadah mereka, bukan maksud ketakutannya adalah untuk tidak ditunaikannya pahala-pahala mereka oleh Allah Azza Wa Jalla, maka sesungguhnya ini menyelisihi janji Allah kepada mereka seperti difirman Allah Azza Wa Jalla,

(فَأَمَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ فَيُوَفِّيهِمْ أُجُورَهُمْ (النساء: ١٧٣

Artinya: ”Adapun orang-orang yang beriman dan berbuat amal saleh, maka Allah akan menyempurnakan pahala mereka.” (QS. An-Nisaa’: 173)
Bahkan sesungguhnya Allah benar-benar akan menambahkan atas pahala-pahala mereka, seperti yang Allah Azza Wa Jalla telah firmankan,

(لِيُوَفِّيَهُمْ أُجُورَهُمْ وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ غَفُورٌ شَكُورٌ ( فاطر: ٣٠

Artinya: ”Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala-pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” 
(QS.Faathir: 30)
Dan Allah Azza Wa Jalla tidak menyelisihi apa yang telah Dia janjikan seperti Allah firmankan di dalam KitabNya, dan hanya saja rahasianya itu sesungguhnya penerimaan amalan itu berkaitan dengan cara melaksanakan ibadah itu seperti yang diperintahkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, dan mereka tidak bisa memastikan bahwasanya mereka telah melaksanakannya sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah Azza Wa Jalla. Bahkan mereka mengira bahwasanya mereka telah berbuat lalai di dalam permasalahan itu. Untuk itu mereka takut untuk tidak diterimanya amalan-amalan mereka.
Maka agar orang yang beriman merenungkan perkara ini, dan semoga dia menambahkan keingininannya yang sangat di dalam memperbaiki amalan ibadahnya, dan mengerjakannya seperti yang diperintahkan oleh Allah Azza Wa Jalla, dan itu dengan perbuatan ikhlas di dalam mengamalkan ibadah kepadanya, dan mengikuti NabiNya Shalallahu Alaihi Wasallam di dalam melaksanakan ibadah dengan petunjuknya, dan itu adalah arti dari firman Allah Azza Wa Jalla,

(فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا ( الكهف :١١٠

Artinya : ”Barangsiapa yang mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia melakukan persekutuan dalam beribadat kepada Rabbnya.”
(QS. Al-Kahfi: 110)
(As-Silsilah Ash-Shahiihah hal 1/198)
[2] Disini ada catatan bahwasanya seseorang yang masih hidup itu tidak aman dari suatu fitnah. Bahkan permisalan yang sangat jelas ini diberikan kepada iblis yang mana ia adalah sosok ahlul ibadah yang beribadah bermasa-masa kepada Allah Azza Wa Jalla bersama para malaikatNya. Bahkan Allah telah memasukannya dengan panggilan malaikat seperti di dalam surat (Al-Baqarah :34) bagaimana dengan orang yang di bawah dari itu kedudukannya maka apa lagi.
Dan juga Abdullah Ibnu Mas’ud Radiyallahu ‘anhu berkata: ”Janganlah salah seorang dari kalian mengikuti seseorang tentang agamanya, maka jika ia beriman diapun akan beriman, dan jika dia kafir diapun akan kafir, maka jika kalian tidak ada jalan lagi kecuali mengikuti, maka ikutilah orang-orang yang telah wafat sesungguhnya orang yang masih hidup itu tidak aman akan terjatuhnya dia kepada fitnah.”
(Hilyatul Auliyaa’i Wa Thabaqaatil Ashfiyaa’ Li Abi Nu’aim Al-Ashfahaani Rahimahullah 1/136)
Dan Syaikh Abdullah Al-Mar’ii Hafidzahullah pernah bercerita tentang murid seniornya Syaikh Al-Utsaimin Rahimahullah yang dia telah dipercaya oleh Syaikh Al-Utsaimin dalam mengajar dll. Setelah wafatnya Syaikh Al-Utsaiman Rahimahullah, dia telah melenceng dan menjadi seorang hizbi, Nas’alullah As-Salaamah Wayutsabbitana ‘Alal Islaam Wa Sunnati Nabiyyina Shalallahu Alaihi Wasallam Wal Khulafaa’ Ar- Raasyidiin Al-Mahdiyyin Laa Sunnata fulaan walaa ‘Allaan. Dan semoga kita bisa mengambil manfaat dari tulisan ini. Aamiin, aamiin, aamiin ya Rabbal ‘Alamiin. Dan sesungguhnya ini peringatan untuk diriku khususnya yang masih selalu berusaha untuk mempraktekannya dan juga orang-orang yang mau mengambil pelajaran dan itu adalah sifat-sifat orang-orang yang beriman,

(وَذَكِّرْ فَإِنَّ الذِّكْرَى تَنْفَعُ الْمُؤْمِنِينَ (الذاريات :٥٥

Artinya: ”Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.”
(Qs.Adzaariyaat:55)
Adapun selain orang-orang yang beriman maka sifatnya adalah sebaliknya,

(وَلَقَدْ صَرَّفْنَا فِي هَذَا الْقُرْآنِ لِيَذَّكَّرُوا وَمَا يَزِيدُهُمْ إِلا نُفُورًا ( الاسراء :٤١

Artinya: ”Dan Sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan pengulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).”
(QS. Al-Isro’:41)
Wash-sholaatu ‘Ala Muhammadin Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘Aalamiin.

Sumber : http://catatanmms.wordpress.com/2012/11/19/sudahkah-ikhlas-karena-allah-yakin/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar