Kamis, 23 Januari 2014

Kaidah-Kaidah Fiqh Pilihan

201401051646

بسم الله الرحمن الرحيم


-KAIDAH-KAIDAH FIQH PILIHAN-

Kaidah:

“من ترك المأمور جهلا أو نسيانًا لم تبرء ذمته إلا بفعله، ومن فعل المحظور جهلا أو نسيانًا برئت ذمته وتمت عبادته”

“Barang siapa meninggalkan perkara yang diperintahkan dalam keadaan tidak tahu atau lupa, tidaklah terlepas tanggungannya kecuali dengan mengerjakannya. Dan barang siapa mengerjakan perkara yang dilarang dalam keadaan tidak tahu atau lupa terlepas tanggungannya dan sempurna ibadahnya.”

Catatan Kaidah:
- Perkara yang diperintahkan adalah tiap perkara yang syariat ini memerintahkan untuk mewujudkannya.
- Perkara yang dilarang adalah setiap perkara yang syariat ini memerintahkan untuk menghilangkannya.
-  Perkara-perkara yang diperintahkan dan dilarangan ini mencakup pada syarat-syarat dan yang disyaratkan padanya dan tidak ada perbedaan pada keduanya.
- Ketidaktahuan ada dua macam ketidaktahuan terhadap keadaan dan ketidaktahuan terhadap hukum.
- Kaidah ini berlaku dalam waktu
penunaiannya dan juga ketika sudah terlewatkan dari waktunya kecuali yang dikarenakan ketidaktahuan terhadap hukum, maka hanya berlaku dalam waktu penunaiannya.

Dalil Kaidah:

“من ترك المأمور جهلا أو نسيانًا لم تبرء ذمته إلا بفعله”

“Barang siapa meninggalkan perkara yang diperintahkan dalam keadaan tidak tahu atau lupa, tidaklah terlepas tanggungannya kecuali dengan mengerjakannya”

- Hadits:

حديث أنس رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “من نسي صلاة أو نام عنها، فكفارتها أن يصليها إذا ذكرها” رواه مسلم (٦٨٤)

Hadits yang diriwayatkan Anas, beliau berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: “Barang siapa lupa atau tertidur dari sholat, maka kafarahnya adalah dia mengerjakannya ketika mengingatnya.”
(HR Muslim No 684)

Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam memerintahkan dia untuk mengerjakan sholat ketika dia mengingatnya dikarenakan dua hal yang pertama dia tidak sengaja meninggalkannya dan yang kedua dia meninggalkan perkara yang diperintahkan yaitu sholat.
Penyebutan sholat disini merupakan contoh dari sekian perkara-perkara yang diperintahkan oleh syariat dan syariat ini tidak membedakan perkara-perkara yang serupa.

- Hadits:

حديث أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل المسجد، فدخل رجل فصلى، ثم جاء فسلّم على النبي صلى الله عليه وسلم فقال:”ارجع فصل، فإنك لم تصل” فرجع فصلى كما صلى،ثم جاء فسلم على النبي صلى الله عليه وسلم فقال “ارجع فصل فإنك لم تصل”-ثلاثا- فقال والذي بعثك بالحق ما أحسن غيره، فعلمني فقال “إذا قمت إلى الصلاة فكبر ثم اقرأ ما تيسر معك من القرآن، ثم أركع حتى تطمئن راكعا ثم ارفع حتى تعتدل قائما ثم أسجد حتى تطمئن ساجدا ثم ارفع حتى تطمئن جالسا ثم افعل ذلك في صلاتك كلها”. رواه البخاري برقم (٧٥٧) ومسلم (٣٩٧)

Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Nabi memasuki masjid, ketika itu ada seseorang masuk masjid dan sholat kemudian mendatangi dan memberikan salam kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam maka beliau berkata: “Kembalilah dan sholatlah karena sesungguhnya kamu belum sholat” maka dia kembali dan sholat sebagaimana dia sholat, kemudian dia mendatangi dan memberikan salam kepada Nabi shalallahu alahi wasalam, maka beliau berkata “Kembalilah dan sholatlah sesungguhnya kamu belum sholat” sampai tiga kali terulang hal itu, kemudian dia berkata: Demi Allah yang mengutusmu dengan kebenaran, saya tidak bisa memperbaiki sholatku kecuali itu saja, maka ajarilah saya,” maka beliau bersabda: “Kalau engkau hendak sholat maka bertakbirlah, kemudian bacalah apa yang dimudahkan bagimu dari Al Quran, lalu rukuklah sampai engkau merasa tenang dalam rukukmu, kemudian berdirilah sampai engkau berdiri dengan lurus, kemudian sujudlah sampai engkau merasa tenang dalam sujudmu, kemudian duduklah sampai engkau merasa tenang dalam dudukmu, kerjakanlah semua hal itu dalam sholatmu seluruhnya.”
(HR Bukhori No 757 dan Muslim No 397)

Rasulullah shalallahu ‘alahi wasalam mengatakannya kepadanya yang demikian itu tatkala dia meninggalkan salah satu dari perkara yang diperintahkan bahkan merupakan rukun sholat yaitu tuma’ninah. Dan juga dikarenakan peninggalannya dalam keadaan dia tidak tahu terhadap hukumnya dan masih dalam waktu penunaiannya.

Dalil kaidah:

“من فعل المحظور جهلا أو نسيانًا برئت ذمته وتمت عبادته”

“Barang siapa yang melakukan perkara yang dilarang dalam keadaan tidak tahu atau lupa, maka terlepas tanggungannya dan sempurna ibadahnya”

- Hadits:

حديث أبي سعيد الخذري رضي الله عنه قال “صلى بنا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم فلما كان في بعض صلاته خلع نعليه فوضعهما عن يساره، فلما رأى الناس ذلك خلعوا نعالهم فلما قضى صلاته قال: ما بالكم ألقيتم نعالكم؟ قالوا رأيناك ألقيت نعليك فألقينا نعالنا فقال: “إن جبريل أتاني فأخبرني أن فيها قذرا” رواه أبو داود وأحمد وغيره وصححه الألباني في الإرواء (٢٨٤)

Hadits Abi Said Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata : “Pada suatu hari Rasulallah shalallahu ‘alaihi wasalam sholat bersama kami, ketika beliau dalam sebagian sholatnya beliau melepas kedua sandalnya dan meletakkannya di sebelah kiri beliau, tatkala para sahabat melihat yang demikian itu maka mereka melepas sandal-sandal mereka, setelah menyelesaikan sholatnya beliau bertanya “Kenapa kalian melepas sandal-sandal kalian?” Mereka menjawab: “Kami melihat Anda melepas sandal Anda maka kami melepas sandal kami” maka beliau bersabda: “Sesungguhnya Jibril mendatangiku dan mengkhabarkan kepadaku bahwa padanya ada kotoran.”
(HR Abu Daud, Ahmad dan yang lainnya dan mensohihkannya Syaikh Al Albani di Al Irwa
284)

Rasulullah shalaallahu ‘alaihi wasalam tidak mengulang sholat tersebut, akan tetapi tetap melanjutkannya dan berlepas diri dari perkara yang dilarang secara langsung dengan melepas sandalnya ketika diberitahu oleh malaikat bahwa padanya ada kotoran yang najis. Dan juga dikarenakan ketidaktahuan beliau terhadap keadaannya ketika itu serta tanpa kesengajaan.

- Hadits:

عن معاوية بن الحكم السلمي قال بينا أنا أصلي مع رسول الله صلى الله عليه وسلم إذ عطس رجل من القوم فقلت يرحمك الله فرماني القوم بأبصارهم، فقلت واثكل أمياه ماشأنكم تنظرون إلي؟ فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم فلما رأيتهم يصمتونني لكني سكت فلما صلى رسول الله فبأبي هو وأمي ما رأيت معلما قبله ولا بعده أحسن تعليما منه فوالله ما كرهني ولا ضربني ولا شتمني قال: “إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شيء من كلام الناس إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القرآن” رواه مسلم (٥٣٧)

Diriwayatkan dari Muawiyah bin Al Hakam radhiyallahuma beliau berkata: “Saya sholat bersama Rasulullah sholallahu ‘alaihi wasalam, tiba-tiba salah seorang dari kaum bersin, maka saya katakan “Yarhamukallah,” maka semua  kaum memandangiku, maka saya katakan “Kenapa kalian memandangiku?” Kemudian mereka memukulkan tangan-tangan mereka pada paha-paha mereka, ketika saya menduga mereka hendak mendiamkan saya maka sayapun diam. Tatkala beliau selesai sholat, maka demi Allah yang menciptakan ayah dan ibu saya, tidaklah saya melihat pengajar yang lebih baik dari beliau dalam pengajaran sebelum dan setelah waktu itu, demi Allah beliau tidak membenci, tidak memukul, dan tidak pula mencela saya, beliau bersabda: “Sesungguhnya sholat ini tidak pantas padanya ada sedikit dari ucapan manusia, hanyalah padanya tasbih, takbir dan bacaan Al Quran”
(HR Muslim 537)

Rasulullah shalaallahu ‘alaihi wasalam tidak memerintahkan sahabat tersebut untuk mengulang sholatnya padahal dia melakukan perkara yang dilarang yaitu berbicara ketika sholat. Yang demikian itu dikarenakan dia melakukannya dalam keadaan tidak tahu terhadap hukum tersebut.

- Hadits:

حديث أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “من نسي وهو صائم، فأكل أو شرب فليتمّ صومه فإنما أطعمه الله وسقاه” رواه البخاري برقم (١٩٣٣) ومسلم (١١٥٥)

Hadits diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shalaallahu ‘alahi wasalam beliau bersabda: “Barang siapa berpuasa kemudian dia lupa hingga makan dan minum, maka sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang telah memberikan dia makan dan minum.”
(HR Bukhori No 1933 dan Muslim No  1155)

Makan dan minum ketika berpuasa merupakan perkara yang syariat ini memerintahkan untuk menghilangkannya, maka itu merupakan perkara yang dilarang. Sehingga ketika dia makan atau minum dalam keadaan lupa maka puasanya tidak batal dan tidak diperintahkan untuk mengganti puasanya dihari yang lain karena telah terlepas tanggungannya dan sempurna puasanya.

💥Contoh penerapan kaidah:

“من ترك المأمور جهلا أو نسيانًا لم تبرء ذمته إلا بفعله”

“Barang siapa meninggalkan perkara yang diperintahkan tidaklah terlepas tanggungannya kecuali dengan mengerjakannya”

- Seseorang sholat dan dia lupa untuk berniat sebelumnya. Maka sholatnya tidak sah dan wajib baginya untuk mengulanginya. Hal itu dikarenakan dia meninggalkan perkara yang syariat ini memerintahkan untuk mewujudkannya, ketika dia meninggalkannya dalam keadaan lupa atau tidak tahu, maka tidaklah terlepas tanggungannya sampai dia mengerjakannya.

- Seseorang lupa menunaikan zakat fitrah dan dia teringat ketika sudah dua hari. Penunaian zakat fitrah merupakan perkara yang diperintahkan syariat untuk mewujudkannya, maka ketika dia lupa, harus menunaikannya ketika teringat kembali agar dia terlepas dari tanggungannya.

- Seseorang meninggalkan salah satu dari kewajiban-kewajiban haji dan umroh dalam keadaan lupa. Maka wajib baginya mengerjakan kewajiban yang tertinggal itu jika memungkinkan untuk mendapatinya, kalau tidak mungkin maka wajib baginya membayar dam karena membayar dam menduduki kedudukan penunaian kewajiban tersebut.

- Seorang sholat dalam keadaan dia tidak tahu kalau daging yang baru saja dia makan adalah daging onta. Dan dia mengetahui hukum memakan daging onta adalah membatalkan wudlu. Ketika dia mengetahui keadaannya maka wajib baginya untuk mengulang wudlu dan sholatnya baik masih dalam waktu penunaian ataupun sudah keluar dari  waktunya.

- Seseorang sholat dalam keadaan dia masih berhadats kecil atau besar dan dia tahu keadaannya ketika itu. Maka wajib baginya untuk berthaharah dan mengulang sholatnya karena dia meninggalkan perkara yang diperintahkan dalam keadaan tidak tahu.

- Seseorang lupa menyebut nama Allah ketika menyembelih sembelihan, maka Syaikhul Islam memandang haram daging sembelihannya dikarenakan dia meninggalkan syarat penyembelihan walaupun dalam keadaan lupa dan juga tidak mungkin lagi mendapatinya.

💥Contoh penerapan kaidah:

“من فعل المحظور جهلا أو نسيانًا برئت ذمته وتمت عبادته”

“Barang siapa yang melakukan perkara yang dilarang dalam keadaan tidak tahu atau lupa, maka terlepas tanggungannya dan sempurna ibadahnya”

- Anas radhiyallahu ‘anhu sholat menghadap ke arah kuburan dan dia tidak tahu kalau itu kuburan, maka ketika diberitahu oleh Umar radhiyallahu ‘anhu beliau bersegera menyingkir berpaling dari arah itu dan tetap melanjutkan sholatnya tanpa pengulangan dari awal. Yang demikian itu dikarenakan masalah ini termasuk dalam bab mengerjakan perkara yang dilarang dalam keadaan tidak tahu atau lupa maka terlepas tanggungannya dan sempurna ibadahnya.

- Seseorang sholat dengan pakaian yang ternajisi dan dia tidak mengetahui hal itu sampai dia menyelesaikan sholatnya. Syariat ini memerintahkan untuk menghilangkan kenajisan baik dalam pakaian ataupun tempat sholat. Dikarenakan itulah masalah ini termasuk dalam bab mengerjakan perkara yang dilarang dalam keadaan tidak tahu, maka sesuai dengan kaidah dia terlepas dari tanggungannya dan sempurna ibadahnya, sehingga dia tidak perlu mengulang sholatnya.

- Seseorang ketika haji atau umroh memakai minyak wangi atau surban dalam keadaan lupa. Maka wajib baginya menghilangkan bekas minyak wangi itu atau melepas surbannya dan melanjutkan ibadahnya tanpa pengulangan dan hal itu tidak berpengaruh padanya dikarenakan dia mengerjakan perkara yang dilarang dalam keadaan lupa maka terlepas tanggungannya dan sempurna ibadahnya.

والله أعلم بالصواب.

Referensi:
- Taliq Ala Al Qowaid Al Ushul Al Jami’ah karya Syaikh Muhammad Al Utsaimin
-Syarhu Mandhumah Al Qowaid Al Fiqhiyah karya Syaikh Abas Al Jaunah
- Syarhu Mandhumah As Sadiyah karya Syaikh Sa’ad Ats Tsitsri

(Abu Abdillah Zaki ibnu Salman)

Rabu, 15 Januari 2014

Jagalah HIDAYAH Sahabat ..

Bismillahirahmanirahiim


JAGALAH HIDAYAH wahai sahabatku…

Al Imam Ibnu Katsir meriwayatkan sebuah kisah di dalam Al Bidayah wan Nihayah tentang seorang
‘alim minal ‘ulama, zahidi minal zuhad, ‘abidun minal ‘ibad. Seorang yang sudah merasakan nikmatnya
Al Quran dan lezatnya hadits nabi. Ibadah berpuasa, sholat malam, akhirnya dia terfitnah dengan
sebuah dosa.

Ia tertarik dengan seorang wanita Nashrani yang cantik yang mensyaratkan tidak akan 
menerima lamaran sebelum ia masuk ke dalam agama Nashrani.

Ia memperturutkan hawa nafsu,
 nikmat dunia. Tidak menghargai hidayah yang diberikan oleh Allah Ta’ala. Akhirnya ia menikahi wanita
 tersebut dan masuk ke dalam agama Nashrani. Hal ini terjadi ketika beliau sedang berjihad di front
terdepan melawan orang-orang kafir, karena tertarik dengan wanita Nashrani ia tinggalkan jihad.

Beberapa lama kemudian kawan-kawanya yang terdahulu menemuinya kemudan bertanya,

“Wahai fulan, apakah masih ada Al Quran yang engkau hapal? Kata lelaki ini, “Demi Allah tidak ada Al Quran
pun yang tersisa yang aku hapal kecuali satu ayat saja.

Ayat tersebut adalah firman Allah Subhanahu wata’ala,

“Orang-orang yang kafir itu sering kali (nanti di akhirat) menginginkan, kiranya mereka dahulu (didunia) menjadi orang-orang muslim.” (Al Hijr: 2)

Artinya dia paham bahwasanya dia telah terjatuh ke dalam kekufuran dan kesalahan tetapi dengan 
dosa dan kemaksiatan yang dia perbuat, setiap kali dia ingin kembali kepada kebenaran Allah halangi dia disebabkan dosa dan kemaksiatan, disebabkan tidak menghargai hidayah yang telah diberikan oleh
 Allah Azza wajalla.

Dan hal ini bukanlah suatu hal yang tidak mungkn terjadi pada diri kita.

Maka tugas kita yang berkutnya adalah menjaga hidayah ini.

Menjaga tetap 
istiqamah di jalan kebenaran dengan tetap terus menuntut ilmu syar’i, dengan
menjauhi kemaksiatan dan dosa, memperbanyak taubat dan istighfar karena tidak ada jaminan bagi kita bahwa hingga kita menghembuskan nafas yang terakhir
kita masih berada berpijak di atas jalan kebenaran ini.

Setelah Allah Azza wajalla berikan hidayah yang manis ini, janganlah engkau menerjunkan diri ke  
dalam fitnah dunia, menjauhi majelis taklim.

Maka bukanlah suatu hal yang mustahil Allah Ta’ala tarik 
dan cabut hidayah tersebut.

Hanya sedikit dari hamba-hamba Allah yang dipilih untuk mengenal 
hidayah.

La haulaa walaa quwwata illa billah..
yaa muqollibal qulub tsabit qolbii ala dienik..


(tulisan Al Akh Nuruddin – Yaman)

Selasa, 14 Januari 2014

Hati-Hati Dosa Besar Bernama Namimah

Catatanmms 51

(Al Ustadz Idral Harits Hafizhahullah

Namimah, dosa Besar yang Berbahaya tetapi mudah ditinggalkan..

Allah Ta’ala berfirman (al qalam 10-11):

ولا تطع كل حلاف مهين. هماز مشاء بنميم..

Tentang dua ayat yang mulia ini, syaikh As Sa’di menjelaskan  artinya, dia orang yang banyak bersumpah, yakni terlalu sering bersumpah, karena dia adalah seorang pendusta dan hina. Jiwa dan kemauannya rendah, keinginannya hanya urusan syahwat..suka mencacati dan mengecam orang lain, dengan ghjbah, olok-olokan (istihza’)..berjalan ke sana ke mari mengadu domba, melakukan namimah..

💥Namimah ialah menukil satu ucapan dari seseorang lalu disampaikan kepada orang lain untuk merusak hubungan antara mereka dan menimbulkan permusuhan serta kebencian.

💥Namimah adalah salah satu dosa besar dan sebab seseorang disiksa di dalam kuburnya..

Namimah bukan perkara yang sulit dijauhi atau dihindari..

Rasulullaah shallallahu’alaihiwasallam bersabda ketika melewati dua kuburan:

إنهما ليعذبان. وما يعذبان في كبير..أماأحدهما فكان لا يستبرئ من البول. وأما الآخر يمشي بالنميمة..

“Keduanya sedang disiksa, dan disiksa bukan dalam urusan besar (sulit ditinggalkan). Yang satu karena tidak bersih dari BAK (buang air kecil), yang satu lagi ke sana ke mari berbuat namimah..”

Dalam riwayat lain beliau bersabda:

لايدخل اجنة قتات…. (القتات النمام)..

“Tidak akan masuk surga orang yang suka dan selalu berbuat namimah..”

Betapa sering terjadi, dua orang berteman akhirnya menjadi musuh bebuyutan, saling benci dan menjatuhkan karena namimah. Ada dikisahkan, seseorang membeli budak, tidak ada cacatnya kecuali suka namimah, suatu ketika dia berkata kepada istri orang yang membelinya: suamimu tidak menyintaimu dan lebih cinta kepada madumu, kalo dia datang, ambil pisau cukur dan cukurlah rambut di tengkuknya, kemudian  kepada si suami, budak itu berkata: istrimu tidak mencintaimu, dia punya simpanan, dan ingin membunuhmu…

Malam harinya, dua suami istri ini pura-pura tidur, diam-diam si istri mengambil pisau cukur untuk memotong rambut suaminya, melihat istrinya membawa pisau, suami itu segera mengambil pedang lalu membunuh istrinya..
Akhirnya, kabilah wanita itu mendengar saudari mereka dibunuh segera membunub pria tersebut, tentu saja kabilah pria itu tidak terima, akhirnya terjadi perang besar antara dua kabilah tersebut. Demikianlah yang dinukilkan, andaipun sanadnya tidak sahih, kenyataan telah membuktikan bahwa itu sering terjadi..

🚫Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab memasukkan namimah sebagai salah satu jenis sihir, karena sangat halus dan samar cara kerjanya. Ini menegaskan bahwa namimah itu adalah salah satu penyakit yang merusak tauhid seseorang.

Oleh sebab itu, wajib setiap muslim menjauhinya, bertobat dari dosa ini dengan taubat nashuha, bukan sekedar minta maaf lalu selesai urusannya, hendaknya dia memiliki sikap tegas dalam menyaring berita yang sampai kepadanya, mendahulukan husnu zhan terhadap saudaranya, atau memberikan sebanyak mungkin ihtimalaat terhadap apa yang muncul dari saudaranya..menasehatinya, seandainya dia menerima, itulah yang diharapkan..kalau tidak, meskipun kita menyintainya, al haqq ahabbu ilaina minhu (al haq lebih kita cintai daripada dia) sehingga kita utamakan al haqq untuk dibela..
oleh sebab itu, ketika kesalahan telah menyebar, dan menimbulkan keresahan, harus diterangkan bahwa itu salah..dan itu bukan namimah..atau ghibah..

Hendaklah setiap mukmin waspada..
ketat menjaga lidahnya, senantiasa diarahkan kepada yang diridhai Allah..
sungguh semua kebaikan ada dalam sikap ittiba (mengikuti) para salaf..
sikap mereka terhadap bida’ dan ahli bida’ jelas..
bukan untuk menyingkirkan mereka dari tubuh kaum mukminin..
melainkan membersihkan mereka..
siapa mukmin yang suka sebagian tubuhnya terlihat kotor?
Seketika dia melihat kekotoran itu, dia cuci bersih dengan air, atau ditambah sabun atau kain untuk menghilangkan kotoran itu, bukan langsung diputus dan dibuang bagian tubuh yg ternoda, tidak.

Namun, ketika noda tidak hilang juga, seorang mukmin terpaksa tetap membawanya, maka dia harus mengingatkan orang lain agar jangan terkena noda yang sama berbahaya, sulit hilangnya atau lainnya, jangan sampai saudaranya ternoda sepeti dia..apa artinya?

Itulah tanda cintanya kepada saudaranya..
semoga Allah merahmati dan menjaga syaikh Rabi’ yang selalu menunjukkan cintanya kepada salafiyyin, tetapi sedikit sekali yg menyambutnya..beliau dikenal berhati-hati dalam urusan dakwah yang mulia ini..bahkan pernah memarahi seorang thalibul ilmi ketika menyampaikan berita bahwa si fulan berbicara tentang beliau.

mudah-mudahan Allah memberi kita taufik untuk menjaga lisan kita, agar selalu bicara tentang al haq dengan hikmah..semoga Allah membimbing para asatidz untuk selalu mengikuti arahan ulama dan berjalan bersama mereka dalam semua urusan dakwah yg mulia ini..menyatukan hati-hati  mereka di iman dan takwa.

amiin.

Sifat-Sifat Shabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam

Bismillah


Al-Hasan al-Bashri rahimahullah ditanya, “Kabarkanlah kepada kami tentang sifat-sifat para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam!”
Beliau rahimahullah menangis lalu berkata,
“Tampak tanda-tanda kebaikan pada tampilan luar dan perilaku mereka. Terlihat pulu petunjuk dan kejujuran mereka. Mereka berpakaian kasar karena sederhana. Cara berjalan mereka menunjukkan kerendahan hati. Ucapan mereka sesuai dengan amalan. Makanan dan minuman mereka berasal dari rezeki yang baik. Tampak pula ketundukan mereka dengan melakukan amalan ketaatan kepada Rabb mereka. Mereka patuh terhadap kebenaran, baik dalam hal yang mereka sukai maupun tidak. Mereka juga menunaikan hak orang lain yang ada pada mereka.
Siang hari mereka lalui dalam keadaan haus (karena berpuasa). Tubuh mereka pun kurus.
Demi meraih ridha al-Khaliq, kemarahan makhluk mereka anggap ringan. Kemarahan tidak menyebabkan mereka melampaui batas. Kezaliman pun tidak membuat mereka sewenang-wenang (membalas). Mereka tidak pernah melampaui batasan hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam al-Qur’an.
Mereka korbankan darah ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala meminta mereka membela (agama-Nya, -red.). Mereka serahkan harta ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala meminjamnya (yakni berinfak fi sabilillah, -red.). Mereka tidak terhalangi oleh rasa takut kepada para makhluk.
Akhlak mereka bagus. Bahan makanan mereka dari kualitas yang rendah. Mereka merasa cukup dengan sedikit dari dunia demi akhirat mereka.”
(Hilyatul Auliya 2/150, dan Tahdzib al-Hilyah 1/336, dari Mawa’izh al-Hasan al-Bashri, hlm. 42-44)
Sumber: Majalah Asy Syariah no. 98/IX/1435 H/2013, rubrik Permata Salaf.