BISMILLAHIRAHMANIRAHIM
Perjalanan suci menuju Baitullah membutuhkan bekal yang cukup.
Disamping harta yang dengannya bisa sampai ke Baitullah, bekal ilmu pun
sangat mutlak dibutuhkan. Dengan ilmu, seseorang akan terbimbing untuk
melakukan ibadah haji sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Lebih dari itu,
akan terhindar dari berbagai macam bid’ah dan kesalahan, sehingga
hajinya pun sebagai haji mabrur yang tiada balasan baginya kecuali al
jannah.
Berangkat dari harapan inilah, pada edisi kali ini kami angkat
perkara-perkara mungkar baik berupa bid’ah (hal-hal yang diada-adakan
dalam agama) ataupun kesalahan-kesalahan haji yang dapat menghalangi
seseorang untuk meraih predikat haji mabrur.
Diantara kemungkaran-kemungkaran itu adalah sebagai berikut :
Kemungkaran Sebelum Berangkat Haji
1. Mengadakan pesta (selamatan) sebelum berangkat haji dengan bacaan
do’a-do’a ataupun shalawat, yang terkadang diiringi dengan pentas musik.
Perbuatan ini tidak ada dasarnya sama sekali dari Al Qur’an maupun As
Sunnah.
2. Melantunkan adzan sebelum berangkat.
3. Mengharuskan ziarah kubur sanak famili dan orang-orang shalih.
4. Keyakinan masyarakat bahwa calon jama’ah haji diiringi Malaikat
sepekan sebelum keberangkatannya, sehingga mereka pun berdatangan
kepadanya untuk minta do’a.
5. Kepergian wanita ke Baitullah tanpa disertai mahram. Bahkan ada
istilah ‘persaudaraan nisbi’, yaitu wanita yang dimahramkan saat berhaji
dengan pria yang bukan mahramnya, sehingga keduanya dapat bermumalah
seperti layaknya dengan mahram yang sebenarnya. Demikian pula ‘nikah
nisbi’, yaitu dinikahkannya seorang wanita baik sudah bersuami atau
belum dengan seorang lelaki yang akan berhaji, sehingga keduanya dapat
bermumalah seperti layaknya suami istri. Ini adalah kemungkaran yang
tidak diridhoi Allah.
6. Berhaji hanya dalam rangka ziarah ke kubur Nabi .
7. Sholat dua rakaat ketika akan berangkat haji
Kemungkaran Ketika Berihram Dan Bertalbiyah
1. Tidak berihram ketika melewati miqat. Hal ini banyak terjadi –khusus
untuk jama’ah haji Indonesia– pada kloter yang langsung menuju Makkah.
Mereka tidak berihram ketika melewati miqat (Yalamlam) dan baru berihram
di Jeddah.
2. Bertalbiyah bersama yang dipimpin oleh seseorang diantara mereka.
3. Mengenakan pakaian ihram dengan membuka pundak kanan (yaitu pakaian
atas bagian kanan diletakkan dibawah ketiak sedangkan yang kiri tetap
diatas pundak kiri, semestinya hal ini khusus ketika thawaf saja).
4. Bacaan talbiyah diganti dengan tahlil dan takbir.
Kemungkaran Ketika Melakukan Thawaf
1. Mandi sebelum thawaf.
2. Melafadzkan niat thawaf.
3. Mengangkat tangan saat menyentuh Hajar Aswad seperti mengangkat tangan ketika sholat.
4. Memulai thawaf sebelum Hajar Aswad
5. Sholat Tahiyyatul Masjid sebelum thawaf.
6. Hanya mengeliling bangunan Ka’bah yang bersegi empat saja dan tidak mengelilingi Hijr Isma’il.
7. Berjalan cepat (raml) pada seluruh putaran yang tujuh, padahal hal
itu hanya dilakukan pada 3 putaran pertama dan itu pun khusus pada
thawaf qudum saja.
8. Berdesak-desakan untuk dapat mencium Hajar Aswad sampai-sampai terjadi saling mencaci, bahkan sampai berkelahi.
9. Mengusap Hajar Aswad dalam rangka tabarruk (mengais berkah) dan meyakini bisa memberikan manfaat dan menolak bala’.
10. Mencium atau mengusap sebagian atau semua pojok Ka’bah –bahkan
seluruh dindingnya–. Tidak jarang pula mereka menarik-narik kiswah (kain
penutup Ka’bah), bahkan menyobeknya untuk dijadikan jimat.
11. Membaca do’a/dzikir khusus setiap kali putaran, padahal boleh baginya berdo’a dengan do’a apa saja yang ia senangi.
12. Bersedekap ketika thawaf.
13. Keyakinan bahwa siapa yang bisa menggapai dinding bagian atas dari
pintu Ka’bah maka dia berhasil memegang Al ‘Urwatul Wutsqa, yaitu:
لا اله الاّ الله.
14. Berdesak-desakan untuk sholat di belakang maqom Ibrohim sehingga
mengganggu jama’ah yang lainnya, padahal boleh baginya untuk sholat di
belakang maqom Ibrohim walaupun agak jauh darinya, dan bila tidak
memungkin boleh di bagian manapun dari masjid.
15. Lebih parah lagi bila sholatnya lebih dari 2 raka’at.
16. Berdo’a bersama seusai thawaf sambil berdiri dengan satu komando,
tragisnya dengan suara keras sehingga mengganggu jama’ah yang lainnya.
KEMUNGKARAN KETIKA MELAKUKAN SA’I
1. Berwudhu’ terlebih dahulu untuk sa’i meski ia dalam keadaan suci.
2. Naik ke Bukit Shofa dan menyentuhkan badan ke dindingnya.
3. Ketika naik ke bukit Shofa dan Marwah menghadap ke Ka’bah kemudian
bertakbir tiga kali sambil mengangkat tangan seperti dalam sholat.
4. Berlari-lari kecil antara Shofa dan Marwah, padahal menurut sunnah dilakukan diantara dua tanda hijau saja.
5. Sholat dua raka’at seusai sa’i.
KEMUNGKARAN KETIKA DI ARAFAH
1. Mandi untuk menyambut Hari Arafah.
2. Wuquf di Arafah pada tanggal 8 dalam rangka ihtiyath (hati-hati)
3. Melakukan wuquf di luar batas wilayah Arafah.
4. Menentukan dzikir atau do’a khusus yang tidak diajarkan oleh Rasulullah .
5. Meninggalkan Arafah sebelum terbenamnya matahari.
6. Keyakinan bahwa wuquf di Arafah pada Hari Jum’at merupakan haji akbar dan senilai dengan 72 kali haji.
KEMUNGKARAN KETIKA DI MUZDALIFAH
1. Tergesa-gesa saat beranjak dari Arafah menuju Muzdalifah.
2. Mandi untuk menginap di Muzdalifah.
3. Tidak segera melaksanakan sholat Maghrib saat tiba di Muzdalifah dan justru sibuk mengumpulkan kerikil.
4. Wuquf di Muzdalifah tanpa menginap.
KEMUNGKARAN SAAT MELEMPAR JUMRAH
1. Mandi sebelum melempar jumrah.
2. Mencuci kerikil dahulu sebelum dilemparkan.
3. Melempar jumrah bukan dengan kerikil tapi dengan batu besar, sepatu, atau yang lainnya.
4. Keyakinan bahwa melempar jumrah adalah dalam rangka melempari
syaithan. Sehingga tidak jarang mereka lemparkan benda-benda lain,
seperti sandal, payung, botol, dan yang lainnya, agar lebih menyakitkan
bagi syaithan.
5. Berdesak-desakan, bahkan untuk dapat melempar ada yang menyakiti jama’ah haji lainnya.
6. Melemparkan kerikil-kerikil tersebut secara sekaligus, semestinya satu persatu sambil diiringi takbir.
7. Mewakilkan pelemparan kepada orang lain, sedangkan ia mampu.
KEMUNGKARAN SAAT MENYEMBELIH DAN TAHALLUL
1. Mengganti hewan sembelihan dengan uang.
2. Menyembelih hewan qurban untuk haji tamattu’ di Makkah sebelum hari nahar (tanggal 10 Dzulhijjah)
3. Menggundul dari sebelah kiri, atau menggunduli seperempat bagian kepala saja.
4. Berthawaf di seputar masjid yang ada di dekat tempat pelemparan jumrah.
5. Tidak melakukan sa’i setelah thawaf ifadhah dalam haji tamattu’.
I. KEMUNGKARAN KETIKA THAWAF WADA’
1. Meninggalkan Mina pada hari nafar (12 atau 13 Dzulhijjah) sebelum
melempar jumrah dan langsung melakukan thawaf wada’ kemudian kembali ke
Mina untuk melempar jumrah. Setelah itu mereka langsung pulang ke negara
masing-masing. Padahal semestinya sebagai penutup dari seluruh manasik
haji adalah thawaf wada’.
2. Berjalan mundur ketika selesai dari thawaf wada’ dengan anggapan sebagai tanda penghormatan terhadap Ka’bah.
3. Membaca do’a-do’a tertentu sebagai “ucapan selamat tinggal” terhadap Ka’bah.
J. KEMUNGKARAN KETIKA BERADA DI KOTA MADINAH
1. Sengaja meniatkan safar untuk menziarahi makam Rasulullah . Semestinya diniatkan untuk mendatangi Masjid Nabawi.
2. Menitipkan pesan melalui jama’ah haji dan para penziarah untuk
disampaikan kepada Nabi. Lebih aneh lagi disertai foto/KTP yang
bersangkutan.
3. Praktek-praktek kesyirikan yang dilakukan di kuburan Nabi, antara lain:
Sengaja sholat dengan menghadap kubur
Bertawasul atau minta syafa’at kepada beliau
Mengusap-usap dinding kuburan untuk ngalap berkah, dan tidak jarang disertai tangisan bahkan histeris.
Berdo’a atau meminta secara langsung kepada Rasulullah untuk mencukupi kebutuhannya seperti rizki, jodoh dan yang lainnya.
4. Meyakini bahwa ziarah ke kubur Nabi merupakan bagian dari manasik haji.
5. Keyakinan bahwa haji seseorang tidaklah sempurna tanpa menetap di
Madinah selama 8 hari untuk sholat 40 waktu, yang diistilahkan dengan
“arba’inan”. K. KEMUNGKARAN SETIBA DI KAMPUNG HALAMAN
1. Mempopulerkan gelar ’pak Haji’ atau ‘bu Haji’, sampai-sampai ada yang marah/tidak respon bila tidak dipanggil ‘Haji’.
2. Merayakannya dengan pesta-pesta sambil diiringi shalawat badar.
3. Meminta barakah kepada orang yang pulang haji, dengan keyakinan bahwa para malaikat mengelilinginya.
HADITS PALSU ATAU LEMAH YANG TERSEBAR DI KALANGAN UMAT
Dari Anas bin Malik ?, ia berkata: bahwasanya Rasulullah bersabda:
لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ العَذَابِ وَبَرِىءٌ مِنَ
النِّفَاقِ مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ
صَلاَةٌ كُتِبَتْ
“Barangsiapa yang sholat di masjidku (Masjid Nabawi) sebanyak empat
puluh (40) sholat, tanpa ada satupun yang terlewati, maka ditetapkan
baginya: bebas dari an naar, selamat dari adzab, dan terlepas dari
nifaq. ” (HR. Ahmad dan Ath Thabrani)
Keterangan:
Hadits ini munkar (lebih parah daripada dho’if atau lemah), karena tidak
ada yang meriwayatkan hadits ini kecuali Nabith, dan ia seorang yang
tidak dikenal (majhul), serta menyelisihi seluruh perawi hadits Anas ?
ini. (Lihat Silsilah Adh Dho’ifah no. 364 atau Silsilah Ash Shohihah,
6/318 karya Asy Syaikh Al Albani)
SERUAN UNTUK SELURUH KAUM MUSLIMIN
Hukum Meramaikan Perayaan Orang-Orang Kafir
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:
“Tidak boleh bagi kaum muslimin untuk meniru-niru mereka (Yahudi,
Nashrani atau orang-orang kafir lainnya–pen) dalam hal-hal yang
dikhususkan untuk perayaan-perayaan mereka (diantaranya Natal dan Tahun
Baru Masehi–pen). Tidak pula dalam bentuk makanan, pakaian, mandi,
menyalakan api, meliburkan kebiasaan bekerja atau beribadah, atau yang
selainnya. Dan tidak boleh mengadakan pesta, atau memberikan hadiah,
atau menjual sesuatu yang membantu dan bertujuan untuk acara tersebut.
Serta tidak boleh membiarkan anak-anak kecil atau yang seusianya untuk
bermain-main yang kaitannya dengan perayaan tersebut dan tidak boleh
memasang hiasan (menghiasi rumah/tempat tertentu dalam rangka untuk
menyemarakkan perayaan tersebut-pen). ”
(Majmu’ Fatawa 25/329).
Sumber Bacaan:
1. Mu’jamul Bida’ karya Asy Syaikh Raid bin Sabri bin Abi Alfah.
2. At Tahqiq wal Idhoh karya Asy Syaikh Abdul Aziz bin Baz.
3. Hajjatun Nabi karya As Syaikh Al Albani.
4. Manasikul Hajji wal Umroh karya As Syaikh Ibnu Utsaimin
5. Sifat Hajjatin Nabi karya As Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
6. Dalilul Haajji wal Mu’tamir karya Majmu’ah minal ‘ulama.
Sumber : Buletin Dakwahn Al Ilmu, Jember
assalafy. org sumber: www. darussalaf. or. id, penulis: Buletin Dakwah Al Ilmu, Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar