Senin, 28 Oktober 2013

Sekeping Puzzle Cinta

20131028073731

Sekeping Puzzle Cinta


( kado kecil untuk yang akan dan ingin menikah)

Saya baru menyadari ternyata rasa takut juga bagian dari cinta. Jika diibaratkan sebagai sebuah lukisan indah, Cinta adalah gambar hidup yang menghembuskan nafas-nafas kehidupan. Perasaan takut telah mengambil bagian tersendiri di dalam lukisan itu sebagai kepingan puzzle yang cukup menentukan letak keindahannya.
Tanpa rasa takut, lukisan Cinta tidak akan benar-benar hidup. Kenapa bisa?

Cinta akan melahirkan rasa takut…
Takut kehilangan, takut berpisah, takut menyakiti, takut mengecewakan dan takut-takut lainnya yang akan menggores lukisan Cinta. Bagi kita yang telah dan pernah merasakan Cinta syar’i, rasa takut semacam ini sungguh-sungguh hadir menyertai setiap langkah kaki.

Mungkin ada juga yang merasakan takut-takut semacam ini dengan alasan pernah jatuh Cinta. Akan tetapi, Cinta yang syar’i -kah itu ?
Sensasi rasa takut yang ikut mengalir bersama Cinta yang syar’i sungguh-sungguh berbeda !
Seperti apakah Cinta syar’i itu ?
Bukan pacaran seperti lazimnya orang sekarang !
Bukan nafsu sesaat yang menjadi trend saat ini !
Cinta syar’i adalah simbol suci dari janji setia antara dua mempelai dalam akad ijab kabul berdasarkan syaria’t Islam. Cinta syar’i disebut oleh Al Qur’an sebagai miitsaaqan ghaliidzaa. Perjanjian berat yang mengikat, seperti itulah maknanya kurang lebih. Cinta syar’i adalah dunia keindahan tanpa batas. Dari awal hingga akhir hanya berisi hal-hal indah.Walau terkadang muncul konflik,toh akan berujung dengan keindahan juga.

Cinta syar’i merupakan sumber ketenangan, ketentraman dan siraman rahmat. Seakan tiada yang menyusahkan hati, tak ada yang memberatkan pundak juga tanpa kesulitan yang mengikat, jika seorang hamba telah melabuhkan dirinya dalam dermaga bernama Cinta syar’i.

Subhaanallah!

Oh… Alangkah hebat dan indahnya Allah menggambarkan Cinta syar’i di dalam Al Qur’an!

Simaklah firman Nya berikut ini

;     وَمِنْ ءَايَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُون
“َDan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir”.
(QS. 30:21)

Ayo… kita resapi bersama kata-kata penuh motivasi dari ahli tafsir masa kini, Syaikh Abdurrahman As Sa’di -rahimahullah-,
“Ghalibnya, engkau tidak akan bisa menemukan jalinan kasih dan cinta seperti halnya yang dirasakan oleh sepasang suami istri!”

Luar biasa!


00000_____00000


Akad nikah dengan ijab kabul-nya adalah prosesi suci yang mesti dihormati. Akad nikah merupakan pintu gerbang menuju surga duniawi yang dihalalkan oleh syari’at. Bertujuan menghimpun dan memadukan cinta, rahmah dan mawaddah, maka jangan pernah engkau kotori jalinan suci itu dengan noda-noda walau setitik!

Hal-hal kecil usahlah menjadi pintu perusak sebuah tatanan keluarga!

“Sayang…kamu dulu pernah pacaran?”
Ah…buang jauh-jauh pertanyaan semacam ini!
Apa urgensinya dari pertanyaan semacam ini? Terbukti pertanyaan senada dengan ini malah menimbulkan petaka. Jawaban apa yang harus diucapkan oleh pasangan Anda dari pertanyaan ini? Antara iya dan tidak, bukan?

Biarlah yang berlalu tetap berlalu. Siapa juga yang tidak punya masa lalu? Akan tetapi, setelah ijab kabul diikrarkan, bukankah kehidupan telah mulai ditulis dalam lembaran baru? Isi saja lembaran-lembaran baru itu dengan menciptakan momen-momen indah! Penuhkan lembaran-lembaran baru itu dengan lukisan-lukisan indah!

Jangan melakukan tindakan yang bodoh!
Misalnya? Menuntut pasangannya untuk menyerahkan password alamat email, sebagai contoh. Atau mengobok-obok isi facebook dan twitternya (hidup tanpa facebook dan twitter lebih nikmat dan tentram). Handphone pasangannya di ubek-ubek. Kenapa ia lakukan itu? Barangkali pasangannya menyimpan masa lalu.

Saudaraku…

Hidup berumah tangga itu pondasi utamanya adalah saling percaya. Akan hambar dan tanpa rasa jika Cinta di dalam sebuah rumah tangga tidak dibangun di atas saling percaya. Tumbuhkan prasangka yang baik dan biarkan sebagai sendi dan nadi kehidupan sehari-hari. Bukankah ia telah memilih dan menerima dirimu sebagai pasangan yang syar’i? Percayalah kepadanya!

Jika muncul atau terbetik rasa ragu, was-was atau bimbang…kenang-kenanglah kembali saat prosesi ijab kabul dilaksanakan!

Bagaimana engkau “diserahkan” oleh wali-mu kepadanya…
”Aku nikahkan Fulanah bintu Fulan dengan engkau Fulan bin Fulan berdasarkan mahar demikian dan demikian…dibayar tunai!”

Bagaimana engkau menerimanya dengan berucap…
”Saya terima nikahnya Fulanah bintu Fulan berdasarkan mahar demikian dan demikian…dibayar tunai!”

Subhaanallah!

Indah sekali detik-detik pengabadian Cinta syar’i itu!
Akan menjadi bagian dari sejarah hidup yang tak akan terlupakan.
Apakah prasasti Cinta itu akan engkau hapus dengan alasan ragu, was-was dan bimbang?

Jangan… jangan sekali-kali engkau berpikir untuk memutus jalinan yang telah diikat!
Jangan… jangan sekali-kali engkau berpikir untuk menghapus miitsaaqan ghaliidzaa itu!

Pernahkah engkau mendengar, Saudaraku?

Pernahkah engkau mendengar sebuah hadits riwayat Muslim (2813) dari sahabat Jabir?

Iblis memposisikan singgasananya di atas lautan. Dari sana-lah ia menyebarkan seluruh pasukannya untuk menyesatkan manusia. Prajuritnya yang paling dekat dan paling disayang adalah yang berkemampuan menimbulkan bencana paling dahsyat.

Kata Rasulullah,فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَة ً
“Pasukan yang paling dekat dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya” Kemudian?Jika prajuritnya datang melapor bahwa ia telah berbuat kejahatan, Iblis berkomentar,;”Ah…engkau tidak berbuat sama sekali!”.
Demikian seterusnya, setiap prajurit yang datang melaporkan kejahatannya, selalu ditanggapi oleh Iblis dengan ucapan, ”Ah…engkau belum berbuat apa-apa!”
Siapa yang dipuji oleh Iblis? Prajuritnya yang datang melapor,
”Aku tidak meninggalkan orang itu sampai aku berhasil memisahkan dia dengan istrinya”
Prajurit semacam inilah yang disukai Iblis. Ia diminta untuk mendekat lalu Iblis memujinya, “Sebaik-baik setan adalah kamu!”

Jagalah Cinta syar’i-mu dengan penuh kelembutan. Jangan biarkan Cinta syar’i-mu rusak oleh kelalaian dan kealpaanmu sendiri. Ingat…Cinta syar’i adalah harta terindah yang pernah engkau miliki.


00000_____00000


Cinta akan melahirkan rasa takut…

Takut kehilangan, takut berpisah, takut menyakiti, takut mengecewakan dan takut-takut lainnya yang akan menggores lukisan Cinta. Bagi kita yang telah dan pernah merasakan Cinta syar’i, rasa takut semacam ini sungguh-sungguh hadir menyertai setiap langkah kaki.

Jika memang engkau takut kehilangan dirinya, berusahalah untuk menjadi yang terbaik di matanya. Buatlah ia selalu tersenyum riang. Tunaikan kewajibanmu terlebih dahulu sebelum engkau menuntut hakmu. Yakinlah bahwa al jazaa’min jinsil ‘amal, balasan yang kita dapat sesuai apa yang kita perbuat.

Jangan pernah lupa untuk berdoa dan mengingatkan dirinya untuk turut mengaminkan

,               رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa.”
(QS. 25:74)

Selamat menempuh hidup baru dengan membuka lembaran-lembaran baru berjudul Sakinah, Mawaddah dan Rahmah.
Amin

_Abu Nasiim Mukhtar “iben” Rifai La Firlaz_17 Dzulhijjah 1434 H_22 Oktober 2013_Daar El Hadith Dzamar_Yemen_21.59

saat mengingat seorang kawan yang baru saja menjadi seorang suami_

Sumber : http://www.ibnutaimiyah.org/2013/10/sekeping-puzzle-cinta/

Jumat, 25 Oktober 2013

Batasan Aurot Wanita

Bismillah


20131019130412

بسم الله الرحمن الرحيم
 BATASAN AUROT WANITA 
Para Ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini menjadi dua pendapat:
🔖 Pendapat pertama:
Seluruh badan wanita adalah aurot, termasuk di dalamnya wajah dan telapak tangan. Ini adalah pendapat imam Ahmad dan jumhur Ulama Hanabilah, dan dirojihkan oleh para Muhaqqiqun, dan pendapat ini yang dipilih oleh Syekh Al Utsaimin, Syekh Muqbil dan Syekhuna Abdurohman Al ‘Adeny.
✏ Diantara dalil-dalil pendapat ini adalah sebagai berikut:
🔹Firman Alloh ta’ala:
وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ
” Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir” [QS. Al Ahzab: 53]
Sebab turunnya ayat ini menunjukan kewajiban bagi wanita untuk menutup seluruh tubuhnya. Lihatlah hadist Anas di dalam Shohihain tentang sebab turunnya firman Alloh:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ……الآية
” Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka…” [QS. An Nur: 31]
Sisi pendalilan dari ayat ini: Firman-Nya: ” janganlah menampakkan perhiasannya” termasuk perhiasan wanita adalah wajah, dan wajah merupakan perhiasan yang paling besar dan berharga daripada rambut dan betisnya.
🔹Firman Alloh ta’ala:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ
” Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” [QS. AL Ahzab: 59]
Jilbab adalah pakaian yang menutup seluruh tubuh wanita.
🔹Firman Alloh ta’ala:
وَالْقَوَاعِدُ مِنَ النِّسَاءِ اللَّاتِي لَا يَرْجُونَ نِكَاحًا فَلَيْسَ عَلَيْهِنَّ جُنَاحٌ أَنْ يَضَعْنَ ثِيَابَهُنَّ غَيْرَ مُتَبَرِّجَاتٍ بِزِينَةٍ…
” Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) menampakkan perhiasan…” [QS. An Nur: 60].
Sisi pendalilan dari ayat ini: Bahwa perempuan-perempuan yang sudah tua, yang mana kaum lelaki sudah tidak tertarik kepadanya maka diberikan ijin untuk menanggalkan jilbab-jilbab mereka yaitu boleh bagi mereka untuk tidak menutup kepala dan wajahnya. Hal ini menunjukan bahwa selain dari mereka tidak diberikan ijin untuk membuka kepala dan wajahnya.
✏ Dalil- dalil dari Sunnah:
🔹Sabda Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam:
المَرْأَةُ عَوْرَةٌ فِإَذَا خَرَجَتْ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ
Artinya:
“Wanita adalah aurot, maka apabila dia keluar (dari rumahnya) maka syaithon akan berdiri tegak (untuk mnyesatkannya kedalam fitnah atau menyesatkan laki-laki kedalam fitnah disebabkan wanita teersebut)”. (HR. At Tirmidzy dari shohabat ibnu mas’ud. Dan dishohihkan oleh Syekh Al Albani dan Syekh Muqbil_semoga Alloh merahmati mereka).
Hadits ini bersifat umum “Wanita adalah aurot” yaitu seluruh tubuhnya aurot. Tidaklah dikecualikan dari keumuman ini kecuali dengan dalil, maka tidak ada dalil yang mengecualikannya.
🔹Hadits Ummu ‘Athiyah rodhiyallohu ‘anha, dia bertanya kepada Rosululloh ketika memerintahkan seluruh wanita untuk keluar ke lapangan shola ied:
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِحْدَانَا لَا يَكُونُ لَهَا جِلْبَابٌ، قَالَ: «لِتُلْبِسْهَا أُخْتُهَا مِنْ جِلْبَابِهَا».
“Wahai Rosululloh, diantara kami ada yang tidak memiliki jilbab, maka beliau menjawab: Hendaknya saudaranya yang memiliki jilbab memakainnya” [HR. Al Bukhory dan Muslim].
🔹Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha di dalam kisah Ifiq dia berkata:
فَاسْتَيْقَظْتُ بِاسْتِرْجَاعِهِ حِينَ عَرَفَنِي، فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي
“Maka saya terbangun dan mendengar dia (Shofwan bin Al Mu’atthol) beristirja’ (mengucapkan inna lillahi wa inna ilahi roji’un) tatkala ia melihatku. Saya langsung menutupi wajahku dengan jilbabku….”[HR. Al Bukhori dan Muslim].
Di dalam hadits ini menunjukan bahwa ketika turun ayat jilbab maka para wanita diperintahkan untuk menutup wajah-wajah mereka.
🔹Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, tatkala turun ayat :
“وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ”، فقالت: «أَخَذْنَ أُزْرَهُنَّ فَشَقَّقْنَهَا مِنْ قِبَلِ الحَوَاشِي فَاخْتَمَرْنَ بِهَا».
“Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya” maka ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha berkata: Maka mereka langsung mengambil sarung-sarung mereka dan menyobeknya dari bagian bawah lalu menjadikannya sebagai kerudung mereka” [HR. Al Bukhory].
Berkata Al Hafidz Ibnu Hajar: yaitu mereka menutup wajah-wajah mereka, ini adalah sebuah bentuk praktek amalan dari para shohabiyah dalam mengamalkan ayat tersebut.
Secara dzohir bahwa ayat ini hanya memerintahkan wanita untuk menututup kepala dan dada, maka hal ini melazimkan akan menutup pula antara keduanya yaitu wajah.
🔹Hadits Asma bintu abu Bakr rodhiyallohu ‘anha berkata:
“كُنَّا نُغَطِّيَ وُجُوهَنَا مِنَ الرِّجَالِ”
“kami menutup wajah-wajah kami dihadapan laki-laki” [HR. Al Hakim, dishohikan oleh Syekh Al Albany].
🔖 Pendapat Kedua:
Seluruh badan wanita adalah aurot, kecuali wajah dan kedua telapak tangan. Ini adalah pendapat sejumlah para ulama dan dirojihkan oleh Syekh Al Albany.
✏ Dalil-dalil mereka sebagai berikut:
🔸Firman Alloh ta’ala:
“إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا”
” kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” [QS. An Nur:31].
🔸Mereka berdalil dengan tafsir Ibnu Abbas rodhiyallohu ‘anhuma bahwa yang dikecualikan dalam ayat ini adalah wajah dan telapak tangan.
🔬 Menjawab pendalilan dari ayat ini:
🔅Tafsir ibnu Abbas, adalah atsar yang tidak sah darinya, dan kalau seandainya shohih maka tafsir ibnu Abbas bertentangan dengan tafsir dari shohabat yang lainnya seperti Ibnu Mas’ud yang mana beliau mentafsirkan bahwa yang dimaksud dalam ayat adalah pakaian, karena melihat ke pakaian wanita tidak sampai melihat kebadannya atau aurotnya. Atau bisa jadi beliau mentafsirkan ayat tersebut sebelum turunnya ayat jilbab. Ayat jilbab diturunkan pada tahun kelima hijriyah. Dan juga kalau ditinjau secara bahasa maka pentafsiran dengan wajah dan telapak tangan adalah pentafsiran yang paling lemah karena di dalam ayat tersebut Alloh berfirman:
“إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا”
” kecuali yang (biasa) nampak dari padanya” [QS. An Nur:31].
Alloh tidak berfirman dengan lafadz:
“إِلَّا مَا أَظَهَرَ مِنْهَا”
Yang artinya: ” kecuali apa yang ditampakan dari padanya” [QS. An Nur:31].
🔅Kemudian lihatlah lafadz ayat setelahnya:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ
“dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka” [QS. An Nur:31].
Maka lafadz ini menguatkan bahwa yang dimaksud dengan perhiasan adalah perhiasan secara bathin (yang tidak tampak) yaitu wanita menampakan perhiasan bathin tersebut hanya kepada mahromya saja. Maka hal ini menunjukan bahwa yang bukan termasuk mahromnya hukumnya berbeda dengan hukum yang berlaku pada mahromnya.
🔅Kemudian juga lafadz ayat setelahnya
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan” [QS. An Nur:31].
Yaitu agar tidak terjadi fitnah disebabkan suara yang keluar dari perhiasannya, padahal hal ini tidak menunjukan warna, sifat, umur dan bentuk wanita tersebut, yang seperti ini dilarang. Bagaimana dengan wanita yang menampakan wajahnya, yang dengannya bisa terlihat warna, sifat, umur dan bentuk wanita tersebut, maka ini adalah fitnah dan fitnahnya lebih besar dari sekedar suara perhiasan seperti pada kakinya. Sehingga menampakan wajah lebih dilarang dengan sebab di atas.
🔸Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha, berkata:
أَنَّ أَسْمَاءَ بِنْتَ أَبِي بَكْرٍ، دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَيْهَا ثِيَابٌ رِقَاقٌ، فَأَعْرَضَ عَنْهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَالَ: «يَا أَسْمَاءُ، إِنَّ الْمَرْأَةَ إِذَا بَلَغَتِ الْمَحِيضَ لَمْ تَصْلُحْ أَنْ يُرَى مِنْهَا إِلَّا هَذَا وَهَذَا» وَأَشَارَ إِلَى وَجْهِهِ وَكَفَّيْهِ. رواه أبو داود.
“Bahwasannya Asma bintu Abu Bakr masuk menemui Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam dengan mengenakan pakaian yang tipis, maka Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam pun berpaling darinya, Beliau bersabda: “Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita jika telah baligh tidak boleh terlihat darinya kecuali ini dan ini – beliau menunjuk wajah dan kedua telapak tangannya” [HR. Abu Dawud]
🔬 Ini adalah hadits yang dho’if (lemah), karena di dalamnya ada 4 ‘ilal (penyakit yang menyebabkan lemahnya hadits):
🔅Di dalamnya ada perowi yang bernama Kholid bin Duroik, dia tidak bertemu dengan ‘Aisyah, sehingga hadits ini adalah hadits munqothi’ (hadits yang terputus sanadnya).
🔅Di dalamnya juga ada perowi yang bernama Qotadah, dia seorang mudallis, dan di dalam hadits ini dia meriwayatkan dengan sighoh (bentuk) periwayatan (عن) sehingga dengan ini menjadikan periwayatannya menjadi lemah.
🔅Di dalamnya juga ada perowi yang bernama Sa’id bin Basyir, dia meriwayatkan hadits ini dari Qotadah, sedangkan periwayatannya dari Qotadah terdapat kelemahan.
🔅Di dalamnya pula ada perowi yang bernama Al Walid bin Muslim, dia seorang mudallis, di dalam hadits ini dia juga meriwayatkan dengan bentuk periwayatan (عن) sehingga dengan ini menjadikan periwayatannya menjadi lemah.
Hadits ini memeliki jalan sanad yang lain yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Baihaqy dari hadits ‘Aisyah pula, namun hadits ini juga hadits yang lemah Karena di dalam sanadnya terdapat Ibnu Lahi’ah (perowi yang dho’if) dan juga seorang perowi lain yang lemah sekali periwayatannya.
Dan hadits juga memeliki jalan sanad yang lain, namun di dalamnya Qotadah meriwayatkan hadits secara mursal, sedangkan mursalnya Qotadah termasuk mursal yang paling lemah sebagaimana yang dikatakan oleh Syekh Muqbil Rohimahulloh, sehingga tidak bisa dijadikan sebagai penguat hadits.
🔸Mereka juga berdalil dengan hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyallohu ‘anhuma berkata:
كَانَ الْفَضْلُ بْنُ عَبَّاسٍ رَدِيفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَجَاءَتْهُ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ تَسْتَفْتِيهِ، فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ، فَجَعَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْرِفُ وَجْهَ الْفَضْلِ إِلَى الشِّقِّ الْآخَرِ (رواه البخاري ومسلم وهذا لفظ مسلم)
“Al Fadhl bin ‘Abbas pernah membonceng Rosululloh sholallohu ‘alaihi wasallam, kemudian datang seorang wanita dari Khats’am yang bertanya kepada beliau; dan Al Fadhl melihatnya kepadanya, dan wanita tersebut melihat kepadanya. Kemudian Rosululloh memalingkan wajah Al Fadhl kesisi yang lain [HR. Al Bukhory dan Muslim, ini adalah lafadz hadits Muslim].
Adapun lafadz Al Bukhory:
وَكَانَ الفَضْلُ رَجُلًا وَضِيئًا ….. وَأَقْبَلَتِ امْرَأَةٌ مِنْ خَثْعَمَ وَضِيئَةٌ
“Al Fadhl seorang lelaki yang tampan ….. dan datanglah seorang wanita yang cantik dari khats’am”
Dalam riwayat An Nasa’i:
وَكَانَتِ امْرَأَةً حَسْنَاءَ
“Dia adalah wanita yang cantik”
Dengan hadits ini mereka berdalil tentang bolehnya bagi wanita membuka wajahnya.
Sisi pendalilan mereka adalah Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan wanita tersebut untuk menurunkan jilbanya untuk menutup mukanya sehingga Al Fadhl dapat melihat mukanya.
🔬 Jawaban dari hadits ini, sbb:
🔅Riwayat Al Imam Muslim tidak terdapat dalil bolehnya wanita membuka wajahnya, karena lafadznya:
فَجَعَلَ الْفَضْلُ يَنْظُرُ إِلَيْهَا وَتَنْظُرُ إِلَيْهِ
“dan Al Fadhl melihatnya kepadanya, dan wanita tersebut pun melihat kepadanya”
Al Fadhl melihat wanita tersebut tidaklah melazimkan kalau wanita tersebut dalam keadaan membuka wajahnya.
🔅Adapun riwayat Al Imam Al Bukhory, maka sebagaimana yang telah dimaklumi apabila seorang wanita membuka matanya maka akan terlihat sedikit warna kulit wajahnya, sehingga terkadang terlihat elok wajahnya dari tatapannya. Dari sini menunjukan bahwa riwayat Al Bukhory tidak tampak dengan jelas bahwa wanita tersebut membuka wajahnya.
🔅Adapun riwayat An Nasa’i jelas menyelisihi riwayat Muslim, sebagaimana telah dimaklumi bahwa Al Imam Muslim paling perhatian dengan lafadz-lafadz hadits di dalam periwayatannya.
🔅Mungkin juga kita katakan bahwa barangkali Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam setelah itu memerintahkan wanita tersebut untuk menutup mukanya atau wanita tersebut belum mengetahui hukum jilbab, sehingga Nabi sholallohu ‘alaihi wasallam tidak segera memerintahkan dia sampai menjawab pertanyaannya terlebih dahulu, kemudian mengkabarkannya tentang hukum jilbab.
🔅Tidaklah kita mengakatakan bahwa hadits ini terjadi sebelum turunnya ayat jilbab, karena syariat haji turun pada tahun kesepuluh hiriyah sedangkan ayat jilbab turun pada tahun kelima hijriyah.
🔸Hadits Jabir rodhiyallohu ‘anhuma:
ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ، فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ، فَقَالَ: «تَصَدَّقْنَ، فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ»، فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ, فَقَالَتْ: لِمَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ….. الحديث
“Setelah itu, beliau berlalu hingga sampai di tempat kaum wanita. Beliau pun memberikan nasehat dan peringantan kepada mereka. Beliau bersabda: “Bersedekahlah kalian, karena kebanyakan kalian akan menjadi bahan bakar neraka jahannam.” Maka berdirilah seorang wnita terbaik di antara mereka denga wajah pucat kehitaman seraya bertanya: kenapa ya Rosululloh? ……”[HR. Muslim].
🔬 Jawaban dari hadits ini adalah:
🔅Lafadz (مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ) adalah lafadz yang menyelesihi kebanyakan periwayatan para perowi yang tsiqoh, mereka meriwayatkan dengan lafadz (مِنْ سَفَلَةِ النِّسَاءِ) artinya wanita yang rendah.
🔅Dari lafadz ini (مِنْ سَفَلَةِ النِّسَاءِ) menunjukan suatu kemungkinan bahwa wanita tersebut adalah seorang hamba sahaya (budak) bukan wanita yang merdeka, karena adanya warna hitam yang ada diwajahnya ini adalah alamat keumuman dari warna kulit para budak.
🔅Jika demikian maka sesungguhnya budak perempuan tidaklah diwajibkan atas mereka untuk menutup wajah-wajah mereka selama tidak mengundang fitnah, berbeda dengan para wanita yang merdeka, wajib bagi mereka menutupi wajahnya. Sebagaimana yang ditunjukan dalam hadits Anas rodhiyallohu ‘anhu berkata:
“فَقَالَ المُسْلِمُونَ: إِحْدَى أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ، أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُهُ؟ قَالُوا: إِنْ حَجَبَهَا فَهِيَ إِحْدَى أُمَّهَاتِ المُؤْمِنِينَ، وَإِنْ لَمْ يَحْجُبْهَا فَهِيَ مِمَّا مَلَكَتْ يَمِينُهُ. رواه البخاري
“Berkata para Shohabat: Ia adalah ummahatul mukminin ataukah hamba sahaya? Dan mereka pun berkata: Jika beliau menghijabinya maka dia termasuk ummahatul mukminin, dan bila tidak, maka ia adalah hamba sahaya…” [HR. Al Bukhory].
🔅Jawaban yang lain, bahwa kejadian ini sebelum diturunkannya ayat hijab.
🔸Mereka berdalil dengan hadits Subai’ah Al Aslamiyah rodhiyallohu ‘anha, bahwa Abu As Sanabil bin Ba’kak melihatnya dalam keadaan berdandan. HR. Al Bukhory dan Muslim.
🔬 Jawaban dari hadits ini: Kejadian Abu As Sanabil melihatnya, ini disaat ingin mengkhitbahnya (meminangnya). Melihat wajah wanita yang akan dinikahi adalah hal yang dibolehkan.
🔸Hadits Fathimah bintu Qois, dimana Rosulullohu berkata kepadanya:
فَقَالَ: «لَا تَفْعَلِي، إِنَّ أُمَّ شَرِيكٍ امْرَأَةٌ كَثِيرَةُ الضِّيفَانِ، فَإِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَسْقُطَ عَنْكِ خِمَارُكِ أَوْ يَنْكَشِفَ الثَّوْبُ عَنْ سَاقَيْكِ، فَيَرَى الْقَوْمُ مِنْكِ بَعْضَ مَا تَكْرَهِينَ….. الحديث
“Jangan (kamu pindah kerumahnya), karena Ummu Syuraik adalah wanita yang banyak tamunya, aku tidak mau kerudungmu jatuh atau penutup betismu tersingkap lalu orang-orang melihat sebagian yang tidak kau suka…..” [HR. Muslim].
🔬 Jawaban dari hadits ini adalah bahwa kalimat “khimar” tidaklah cuma di pakai untuk sesuatu yang menutupi kepala saja, tetapi juga bermakna sesuatu yang menutupi aurot, dalil dalam hal ini adalah perkataan ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha:
” فَخَمَّرْتُ وَجْهِي بِجِلْبَابِي”
“Aku tutupi wajahku dengan jilbabku” [HR. Al Bukhory dan Muslim].
📗 KESIMPULAN;
 Melihat dari dalil-dalil dari kedua pendapat di atas, maka kita melihat dalil-dalil pendapat pertama tentang aurot wanita adalah seluruh tubuhnya, termasuk di dalamnya wajah dan kedua telapak tangannya lebih kuat dan lebih jelas pendalilannya daripada dalil-dalil yang dipakai oleh pendapat kedua yang mengecualikan wajah dan telapak tangan.
 Sehingga kita simpulkan dari pembahasan ini, pendapat pertama adalah pendapat yang kuat dan terpilih. Wallohu a’lam.
 Semoga apa yang kami tuliskan disini memberikan banyak faedah yang berharga dan bermanfaat bagi kaum muslimin secara umum, dan bagi kaum muslimah secara khusus.
Wallohu a’lam bishowab wal muwaffiq ilaihi.
 CATATAN:
Pembahasan ini kami nukil dari fawaid yang diajarkan oleh Syekhuna Abdurohman Al ‘Adeny hafidzohullohu ta’ala dalam pelajaran Syarh Ad Durory karya Al Imam Asy Syaukany rohimahulloh.
Dari: Ummu Ubaidah
Permata Muslimah

Kamis, 24 Oktober 2013

Bagaimana engkau Bisa Mengetahui Kedudukanmu di Sisi Allah?

Bismillahirahmanirahim

20131023210710

Berkata sebagian salaf:

Engkau bisa mengetahui kedudukanmu di sisi Allah dengan melihat keadaanmu dan dan posisimu di tengah-tengah manusia, di manakah Allah menempatkanmu.

Jika Allah menempatkanmu bersama orang-orang yang taat dan baik, bersama ahlul ilmi dan orang-orang yang bertakwa, serta bersama orang-orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar, berarti engkau adalah orang yg dekat dengan Allah, dan kedudukanmu di sisi Allah tinggi dan agung.

Akan tetapi sebaliknya;

Jika engkau melihat bahwa dirimu ditempatkan bersama para pelaku maksiat, ahlul bid’ah, orang-orang sesat, dan orang-orang yang jauh dari Allah dan jauh dari membaca al-Quran, serta jauh dari orang-orang yang mengingat Allah, jauh dari halaqah ilmu, dan jauh dari setiap perkara yang bisa mendekatkanmu kepada Allah, berarti engkau adalah orang yang jauh dari Allah.

Oleh karena itu, lihatlah dirimu, wahai hamba Allah, di manakah Allah menempatkanmu (di tengah-tengah manusia), dengan itu engkau bisa mengetahui apakah engkau adalah orang yg dekat atau jauh dari Allah.
Wallahu a’lam.

(Fawaid dari dars kitab ad-Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah an-Najdiyyah,
Karya syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab an-Najdi, oleh syaikh Basysyar, mustafid al-Fiyush)

Fawaid dari Ustadz Abu Umar Ibrohim Fiyuz Yaman
Forward dari WhatsApp SalafyIndonesia

Tanya Jawab : Dakwah bil Hikmah


Bismillah


20131024144226

Pertanyaan dari ikhwah di jawab oleh Ustadz Muhammad Shalehudin Hafizhahulloh

Bismillah..
Ana pernah menasihati seorang guru ngaji di lingkungan ana krn sewaktu mengajar sambil berdagang dlm masjid. Namun orang tsb marah dan mengatakan [ yg ana ingat sekali] ” ini mslh ekonomi jadi halal haram hantam”.
Bagaimana sikap kita terhadap orang seperti ini yg terkadang dia menjadi imam ketika imam tetap berhalangan? Mengajarnya pun hny modal semangat tp msh byk sekali kesalahanya?
jazakalloh khoiron, mohon penjelasannya
Jawaban
Bismillah.
Sikap kita terhadap org seperti di atas adalah dgn tetap menasehatinya dan bersabar darinya. Krn ungkapan di atas menunjukkan org tersebut tdk memiliki kehati-hatian dalam mencari rezeki. Kita tetap menunjukkan akhlak yg mulia kpd nya dan mempergaulinya dgn cara yg baik. Mudah2an dgn itu dia menjadi sadar akan kesalahannya dan tetap sholat dibelakangnya dlm rangka menjaga fitnah yg lebih besar.

Karena nabi -alaihis sholat was salam-bersabda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ((إِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ وَإِنَّ مِنَ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ عَلَى يَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ)). أخرجه ابن ماجه حــ(٢٣٧) وحسنه الألباني بأربع في الصحيحة حــ(١٣٢٢)
Dari Anas bin Malikٍ berkata, telah bersabda Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam:
“Sesungguhnya diantara manusia ada yg menjadi kunci-kunci kebaikan lagi penutup-penutup kejelekan, dan sesungguhnya diantara manusia ada yg menjadi kunci-kunci kejelekan dan penutup-penutup kebaikan, maka berbahagialah [1] bagi siapa saja yg telah Alloh jadikan sebagai pintu-pintu kebaikan melalui tangannya, dan celakalah bagi siapa saja yg Alloh jadikan kunci-kunci kejelekan melalui tangannya”.
[HR. Ibnu Majah dan dishahihkan syaikh Albani]

Sehingga tetaplah bermuamalah dgn cara yg baik dan berakhlak dgn akhlak yg mulia, sehingga Alloh jadikan kita sebagai kunci-kunci kebaikan. Allohumma amin.
Wallohu a’lam.
_________
[1] طوبى bisa juga bermakna nama sebuah pohon di surga

Forward dari WhatsApp SalafyIndonesia

Minggu, 06 Oktober 2013

Hukum Menjual Barang yang Konsumennya Wanita?


Bismillah...
Apa hukumnya kita menjual barang yg konsumenya itu wanita seperti : jual sayuran,ikan,dll karena secara langsung kita bertatap muka dan menebar senyum kpd pelanggan atas jawabanya ana haturkan jazakumullahu khairan?
Bismillah.
Hukum asal jual beli adalah dihalalkan oleh Alloh:
(وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا ۚ َ)
[Surat Al-Baqarah : 275]
“Dan Alloh halalkan jual beli dan Alloh haramkan riba”.
Oleh karenanya para ulama sepakat berdasarkan ayat di atas bahwa secara global jual beli adalah dibolehkan, dan manusia tentulah memiliki kebutuhan yg ada pada tangan org lain, dan tentu harus dgn cara yg halal.
Jual beli memiliki 3 persyaratan: 
1. Adanya penjual dan pembeli,
2. Adanya brg dagangan yg halal,
3. Ijab kabul.
Maka dari sini semua jenis perdagangan sayur mayur, ikan, daging dsb nya yang dijajakan oleh bakul sayuran adalah dibolehkan.
Hanya saja, mengingat di negeri kita pada umumnya yg selalu “menanti-nanti” tukang sayur atau penjual sayuran dan bhn masakan lainnya adalah kaum hawa, maka hendaknya penjual sayuran baik yg keliling maupun yg mangkal memperhatikan beberapa kaidah yg harus dijalankan, diantaranya:
1. Bertaqwa dan berlaku jujur dlm jual beli, hal ini berdasarkan sabda Nabi yg menyatakan:
فإن صدقا وبينا بورك لهما في بيعهما وإن كذبا وكتما محقت بركة بيعهما
“Jika pedagang dan pembeli saling jujur dan menjelaskan keadaan barangnya maka akan diberkahi jual beli keduanya, dan jika keduanya berdusta dan saling menyembunyikan maka terhapus keberkahan jual beli keduanya”.
2. Tetap menjaga pandangan, sekalipun pembeli mayoritas adalah kaum hawa. Hal ini berdasarkan firman Alloh ta’ala:
{ﻗﻞ ﻟﻠﻤﺆﻣﻨﻴﻦ ﻳﻐﻀﻮا ﻣﻦ ﺃﺑﺼﺎﺭﻫﻢ ﻭﻳﺤﻔﻈﻮا ﻓﺮﻭﺟﻬﻢ ﺫﻟﻚ ﺃﺯﻛﻰ ﻟﻬﻢ ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﺧﺒﻴﺮ ﺑﻤﺎ ﻳﺼﻨﻌﻮﻥ} ﺳﻮﺭﺓ اﻟﻨﻮﺭ اﻵﻳﺔ 30
“Katakan kepada kaum mukminin agar mereka menundukkan pandangan² mereka dan menjaga kemaluan² mereka, karena yang demikian adalah lebih suci bagi kalian. Sungguh Alloh maha tahu apa yg mereka perbuat”.
Dan tdk ada udzur dlm hal yg demikian, sebagaimana syaikh Ibnu Baaz rohimahulloh pernah ditanya tentang sholat ke masjid yg dijalan²nya banyak berkeliaran para wanita, maka syaikh menjawab:
ﻭاﻟﻮاﺟﺐ ﻋﻠﻰ اﻟﻤﺴﻠﻢ ﻏﺾ اﻟﺒﺼﺮ ﻭﺃﻥ ﻳﺘﻘﻲ اﻟﻠﻪ ﻭﻳﻐﺾ ﺑﺼﺮﻩ ﻋﻦ اﻟﻨﺴﺎء ﻓﻲ اﻷﺳﻮاﻕ ﻭﻓﻲ ﻛﻞ ﻣﻜﺎﻥ، ﻭﻟﻴﺲ ﻋﺬﺭا ﻟﻪ ﺇﺫا ﺫﻫﺐ ﺇﻟﻰ اﻟﺼﻼﺓ ﺃﻥ ﻳﺼﺎﺩﻓﻪ ﻓﻲ اﻟﻄﺮﻳﻖ ﻧﺴﺎء ﻓﺈﺫا ﺻﺎﺩﻓﻪ ﻓﻲ اﻟﻄﺮﻳﻖ ﻧﺴﺎء ﻳﻐﺾ ﺑﺼﺮﻩ
“Dan wajib bagi setiap muslim utk menundukkan pandangan dan bertakwa kpd Alloh serta menundukkan pandangannya dari para wanita di pasar² dan di semua tempat, dan tdk ada udzur (keringanan) baginya apabila pergi ke masjid dia merapatkan diri dgn para wanita di jalanan dan apabila harus berdesakan dgn para wanita di jalan, maka hendaknya dia tundukkan pandangannya.” [Fatawa Nur alad darb, juz 6 hal. 222]
3. Berbicaralah seperlunya, tdk bermujamalah dan bersenda gurau dgn para wanita yg belanja-sebagaimana yg banyak terjadi di kalangan mereka- krn yg demikian menjadi sebab munculnya fitnah dan kerusakan. 
4. Tdk bersentuhan kulit dgn mereka para pembeli wanita, dan ini adalah perkara yg jelas kemungkarannya.
5. Memberikan hak kepada para pengguna jalan jika dia berjualan di tempat lewatnya org² atau di tempat umum.
Wallohu a’lam.
(Al Ustadz Abu Abduh Muhammad Sholehudin Hafizhahullah)

Sumber : http://postinganwsi.wordpress.com/2013/09/07/hukum-menjual-barang-yang-konsumennya-wanita/

Hakikat Hidup Manusia


Bismillah ..
Semoga tulisan ini memberikan manfaat kepada kita semua, khususnya kepada penulis ^^

hadits7

Ibnu Qoyyim rahimahumullah mengatakan,

" Waktu manusia adalah umurnya yang sebenarnya. Waktu tersebut adalah waktu yang dimanfaatkan untuk mendapatkan kehidupan yang abadi dan penuh kenikmatan dan terbebas dari kesempitan dan azab yang pedih.

Ketahuilah .. bahwa berlalunya waktu lebih cepat dari berjalannya awan (mendung)
Barangsiapa yang waktunya hanya untuk ketaatan dan beribadah kepada Allah subhanahu wa ta'ala, maka itulah waktu dan umurnya yang sebenarnya. Selain itu tidak dinilai sebagai kehidupannya, namun hanya teranggap seperti kehidupan binatang ternak.

Jika waktu hanya dihabiskan untuk hal-hal yang membuat lalai, untuk sekedar menghamburkan syahwat (hawa nafsu), berangan-angan yang batil, hanya dihabiskan dengan banyak tidur dan digunakan untuk kebatilan, maka sungguh kematian lebih layak bagi dirinya."
(Al-Jawabul Kafi, 109)

Al Wala dan Bara adalah Prinsip Ahlussunnah wal Jamaa’ah (Syaikh Rabi’ Hafizhahulloh)


Bismillah ..
Mari kita berthalabul 'ilmi walau hanya dengan sebuah tulisan ^^ Mari mengkaji ..

alwala wal baro
Asy Syaikh Rabi’ bin Hadi Al Madkhaly hafidzahullahu Ta’ala mengajarkan :
“Hendaknya kalian berpegang teguh dengan Manhaj yang Agung ini. Mengikutinya dari segi ilmu, amal, penerapan, pergaulan, dan dalam berdakwah di jalan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Diantara bagian dari Manhaj yang Agung ini adalah Al Wala’ wal Bara’ karena Allah Tabaraka wa Ta’ala.
Al Wala wal Bara’ karena Allah Tabaraka wa Ta’ala, yaitu dalam bentuk berloyalitas/berkasih sayang kepada kaum Mukminin, Shadiqin, Mukhlisin yang berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulnya Shallallahu alaihi wa sallam.
Engkau mencintai mereka, rendah hati terhadap mereka dan kehormatannya.
Engkau membela mereka dari konspirasi dan tipu daya orang-orang kafir musyrikin, dan dari bahaya Ahlud dholal (sesat) serta menyimpang. Dalam keadaan mereka seluruhnya memusuhi Manhaj Salafi dan Salafiyyin.
Seluruh kelompok-kelompok ini, dari kalangan Yahudi, Nashara, dan dari kalangan Mubtadiin, Rafidhah, Khawarij, Mu’tazilah, Shufiyyah, ataupun persekutuan mereka. Keseluruhannya memerangi Manhaj Salafy ini beserta Salafiyyin.
Maka wajib atas kalian berpegang teguh dengan Manhaj Al Wala’ wal Bara’. Kalian hendaknya berloyalitas kepada orang yang berpegang dengan Kitabullah dan Sunnah RasulNya Shallallahu alaihi wa sallam, dan kalian berlepas diri dari orang-orang yang menyelisihi Manhaj Salafy ini.